Selasa, 19 Maret 2013

Tante Maya, Sahabat Dekat Ibuku

Namaku Rafi, 21 tahun. Orang-orang, khususnya teman-temanku di kampus kagum dengan bentuk mukaku yang mereka bilang macho, ditambah badan yang aku miliki--atletis, seksi, walaupun berkulit sawo matang-- Hal itu dikarenakan kebiasaan aku untuk melakukan olahraga di setiap sore hari, nyaris tidak ada hari yang aku lewatkan untuk kegiatan yang satu ini. Maklum, sejak kecil pun aku memang sudak dididik oleh orang tuaku untuk melakukan olahraga, baik itu lari, basket, renang, ataupun sepakbola. Untuk urusan muka, aku memang beruntung, Ibuku yang cantik dan Ayahku yang tampan menurunkan “kualitas” muka mereka padaku. Tidak aneh kalo aku memang terkenal suka gonta-ganti pacar, sampai teman-teman di kampusku memberikan predikat “Playboy” kepadaku.

Sebagai anak muda yang beranjak dewasa, sangat normal sekali jika anak-anak muda seusiaku lainnya mempunyai selera yang berbeda-beda untuk urusan lawan jenis. Ada yang menyukai tipikal wanita tomboy atau feminim, wanita montok atau mungil, ataupun tipikal wanita yang lebih muda, bahkan lebih tua.

Keseringan berpacaran dengan wanita yang sebaya denganku ternyata membuatku bosan juga. Makanya, setelah putus dengan pacar terakhirku sebulan yang lalu, kini aku memutuskan untuk mencari pacar yang usianya lebih tua dariku. Mungkin kriteria itu sedikit janggal untuk kebanyakan lelaki seumuranku, tapi itu tidak menjadi masalah bagiku. Berbeda dengan orang lain merupakan suatu kebanggaan bagiku. Ditambah lagi, karena aku sudah terlalu bosan untuk berpacaran dengan wanita yang sebaya denganku, yang umumnya manja, amarahnya sering meledak-ledak, dan yang terpenting, permainan seks mereka kurang begitu prof sehingga kurang memuaskan aku.

Rasa ingin berpacaran dengan wanita yang lebih tua usianya dariku semakin hari semakin menggebu. Setiap aku melihat wanita yang rata-rata berusia 30 tahun ke atas, baik itu ketika aku sedang berada di jalanan, di mal, atau di komplek rumahku sekalipun, mata ini rasanya tidak ingin berkedip dan berpindah arah pandangan sedetik pun. Meskipun wanita (yang dikenal orang dengan istilah tante-tante) yang aku perhatikan ternyata sudah bersuami dan punya anak sekalipun, hal itu sama sekali tidak membuatku merasa ilfeel (ilang perasaan) sedikit pun. Malahan, hasrat seksku semakin hari semakin liar rasanya setiap kali aku melihat “tante-tante” dengan badannya yang bersih, putih dan montok lewat di depanku dengan meninggalkan wangi parfum yang begitu menggoda. Rasa ingin berpacaran dengan wanita yang usianya lebih tua dariku yang pertamanya aku rencanakan kini berubah total. Aku tidak mau sebatas berpacaran saja, tetapi lebih. Semakin tergoda aku untuk mencoba sesuatu yang belum pernah aku alami itu, bercinta dengan seorang tante-tante.

Seperti hari-hari yang lainnya, sore hari itu--hari Jum’at-- aku berolahraga. Karena teman-temanku yang sebagian besar menghabiskan akhir pekannya di Jakarta, maka hari itu aku tidak bisa bermain sepak bola. Untuk menggantinya, aku hanya melakukan lari-lari santai mengelilingi komplek rumahku, dan akhirnya menuju lapangan basket Gelora yang menjadi pusat kegiatan olahraga di komplek rumahku.

Baru sekitar 20 menit lari, pandangan dan kosentrasiku terganggu oleh body montok seorang tante yang meliak-liuk kesana-kemari ketika melakukan pemanasan. Lekukan-lekukan tubuhnya semakin “liar” terlihat jelas karena tante itu mengenakan pakaian sport yang nge-press sekali. Semakin dekat jarakku, semakin gelisah hatiku ini. Dan ternyata si Johny kebagian untuk melakukan olahraga ringan hari ini.

Ketika aku berlari melewatinya, tante itu membalikan badan. Kini posisinya berhadapan denganku. Senyuman manis dan sexy keluar dari bibirnya yang “hot” itu. Dan alangkah terkejutnya aku ketika menyadari bahwa tante yang aku perhatikan dari tadi itu ternyata tante Maya, tetangga sekaligus teman dekat Ibuku. Jarak rumahnya hanya beberapa meter saja dari rumahku.
“Rafi, kan? Masih inget nga ama tante?” tanya tante Maya.
“Iya, aku Rafi. Tante Maya kan?” jawabku dengan sedikit kaget dan terkejut.
Aku merasa pangling dengan perubahan yang terjadi pada tante Maya, hampir dua tahun aku tidak bertemu dengan tante Maya. Biasanya, setiap hari sabtu dan minggu tante Maya berkunjung ke rumahku untuk bergosip ria dengan Ibuku.

Karena kami berdua merasa saling kangen karena sudah lama tidak bertemu, kami pun beranjak untuk pergi ke sebuah cafe-untuk mengobrol santai- yang berada persis di pinggir lapang basket Gelora.
“Tante Maya kemana aja? Rafi pikir pindah rumah?” tanyaku.
Tante Maya menjawabnya, “Nga pindah, kok. Rumah tante cuman dikontrakin aja!”
Hampir setengah jam aku dan tante Maya mengobrol di cafe itu. Tante Maya menceritakan kepergiannya untuk mengikuti suaminya, mas Aryo, yang ditugaskan untuk melakukan penelitian di Amerika selama dua tahun ini. Tante Maya memang sengaja pulang lebih awal ke Indonesia ini, sedangkan suaminya baru pulang dari Amerika dua hari kemudian.

Tante Maya yang aku kenal dua tahun yang lalu berbeda sekali dengan yang sekarang ini. Dari dulu tante Maya memang sudah cantik dan berkulit putih, mirip artis Indonesia, Emma Waroka Hawkins. Tapi, setelah tante Maya pulang dari Amerika, banyak sekali perubahan besar yang terjadi pada dirinya. Dadanya semakin sexy dan besar, ditambah bentuk badan tante Maya yang drastis berubah, semakin montok dan semuanya “menjadi”. Rambut tante Maya yang dulu hitam alami, sekarang di-highlight ungu, yang semakin membuatnya tampak sexy.

“Raffi, tante udah punya anak lo!” tante Maya menyambung obrolan.
“Oh, iya? Kapan ngelahirinnya tante? Kok badannya tante kaya nga abis ngelahirin?” rayuku.
“Ah, Rafi ini bisa aja! Delapan bulan yang lalu. Anak tante cwe, namanya Gadis!” jawabnya.
“Wah, sekarang tante Maya nga kesepian donk kalo ditinggal Mas Aryo?”, tanyaku.
“Yah, sepi lah. Beda, kan. Anak tante kan belom bisa apa-apa, kalo Mas Aryo kan udah jago ngapa-ngapain,” jawab tante Maya sambil mencubit kecil tanganku.
Dengan posisi si Johny yang sudah bangun, aku menjawabnya, “Ah tante Maya ini, bisa aja! Udah keluar hasilnya, masih aja minta jatahnya.”
“Yah, namanya juga di Indonesia, dingin, biar anget, ya mesti dipeluk,” jawabnya.

Akhirnya, kami berdua meninggalkan cafe itu untuk segera pulang. Aku ditawari tumpangan oleh tante Maya yang kebetulan saat itu membawa kendaraan. Saat kami berjalan menuju tempat tante Maya memarkir mobilnya, banyak sekali mata-mata pria yang berada di sekitar lapangan basket Gelora memandang tajam tubuh tante Maya. Memang wajar, karena aku pun bisa merasakan apa yang pria-pria itu rasakan ketika melihat tubuh tante Maya. Selama perjalanan menuju rumah, kami berdua sempat melanjutkan obrolan, kadang serius, kadang “nyerempet-nyerempet”.
“Rafi kenapa nga ikut Mama ke Batam? Kan enak,” tanya tante Maya.
“Nga, ah. Jauh banget. Enakan di rumah aja,” jawabku dengan sedikit cuek.
“Rafi nyari kesempatan kali? Pasti Rafi mau ngajakin pacarnya buat nginep di rumah, iya kan?” tanya tante Maya sambil membetulkan posisi kacamatanya.
“Pacar dari mana? Tante ini bisa aja, ah! Rafi kan jomblo!” jawabku dengan sedikit malu-malu.

Sesekali, aku menatap tajam tubuh tante Maya. Bodynya yang montok membuat si Johny menikmati perjalanan dengan ketegangannya. Ingin rasanya untuk bisa menikmati tubuh tante Maya. Tapi itu mungkin kahayalanku saja, tante Maya kan teman dekat Ibuku. Sekalipun tante Maya “nakal” dan tertarik padaku, toh dia pasti malu dan sungkan untuk melakukan kencan dengan anak dari teman dekatnya.

Beberapa ratus meter dari rumahku, tante Maya menghentikan laju kendaraannya. Dan dia mengambil handphone yang disimpan di dekat rem tangan mobilnya.
“Rafi kita foto ya!” pinta tante Maya sambil mendekatkan badannya padaku.
“Rafi kan sekarang beda banget dari Rafi yang tante kenal dua tahun yang lalu. Rafi sekarang tambah dewasa!” rayu tante Maya.

Posisi badan tante Maya dekat sekali dengan badanku. Aku semakin terangsang. Si Johny pun dengan cepatnya mengencang. Wangi tubuh tante Maya sangat menggodaku. Hampir lima kali kami berfoto di mobil. Di saat-saat terakhir berfoto, tante Maya menempelkan pipinya yang sexy itu ke pipiku. Wacgh, semakin kacau saja isi otaku saat itu. Aku sempat berpikiran yang tidak-tidak tentang tante Maya, jangan-jangan tante Maya ingin menggodaku.

Sesampainya di depan rumahku, tante Maya sempat meluangkan waktu sebentar untuk masuk menemui Ibuku yang baru datang dari kantornya. Mereka berbincang-bincang dan tertawa keasikan menimati obrolan. Sementara, aku langsung masuk ke kamar dan beronani sambil membayangkan tubuh tante Maya yang aduhai itu.

Keesokan harinya, rumahku sangat sepi sekali. Ibuku pergi ke Batam, sementara Ayahku sudah dua minggu di Madrid mengurusi tugas kantornya. Mungkin gara-gara beronani di malam kemarinnya, aku kecapaian sehingga bangun kesiangan. Waktu menyalakan Tv, aku baru menyadari kalo jam sudah menunjukkan pukul dua siang. Dengan badan yang lemas, aku berjalan menuju mini market yang jaraknya hanya 30 meter dari rumahku untuk membeli minuman yang dapat mengembalikan kesegaran badanku ini. Pulang dari mini market, aku berpapasan dengan tante Maya yang memang kebetulan mau ke rumahku untuk mengambil paket yang sudah disiapkan Ibuku kemarin.

“Rafi nga maen?” tanya tante Maya sambil menggendong anaknya yang masih kecil.
“Iya, tapi ntar malem kok!” jawabku.
“Tante Maya lupa, kemaren tuh mau ngambil paket di rumah Rafi. Gara-gara keenakan ngegosip, jadi lupa bawa paketnya!”
“Oh, paket yang dibungkusin kertas kado warna ijo ya?” tanyaku.
“Iya, Mama Rafi yang ngingetin tante tadi. Katanya juga, Rafi jangan lupa jaga rumah, jangan sering kemana-mana,” tante Maya menyampaikan pesan dari Ibuku.
Akhirnya, kami berdua menuju rumahku. Perasaanku campur aduk, antara bingung dan konak yang tiada tara. Apalagi siang itu tante Maya berpakaian yang sexy sekali, celana pendek ketat berwarna abu-abu, plus tanktop putih yang mencetak payudara tante Maya sehingga jelas terlihat. Wahh..luar biasa sekali tante Maya saat itu. Orgasme sepuluh kali pun aku sanggup, asalkan becintanya dengan tante Maya.

Tiba di rumahku, cuaca drastis berubah. Awan yang tadinya putih dan biru, kini berubah menjadi mendung. Petir pun terdengar kencang. Tampaknya hujan lebat bakal turun sebentar lagi. Aku pun mempersilahkan tante Maya untuk duduk. Ketika tante Maya duduk, pemandangan menyegarkan tampak jelas di kedua mataku. Belahan payudara tante Maya sangat tampak jelas terlihat. Payudara yang mulus dan putih sangat segar sekali untuk dilahap, ditambah ukuran payudaranya yang sangat dahsyat, yaitu sekitar 36B. Kemaluanku dengan cepat berdiri. Daripada otak ini tambah pusing, aku pun langsung menuju kamar mandi untuk beronani. Ketika mulai menggosok-gosokan batang kemaluanku dengan membayangkan tubuh tante Maya, Gadis, anak tante Maya yang masih kecil menangis. Mendegar tangisannya, aku pun menghentikan onani dan berjalan menuju ruang tengah tempat tante Maya duduk.

“Gini deh kalo anak masih kecil. Rewel terus, baru sebentar tidur, udah bangun lagi!” keluh tante Maya.
“Emang pengen apaan, tante?” tanyaku pura-pura.
“Minta susu lah, namanya juga anak kecil. Padahal tadi minum susu udah banyak sekali, ampe tetek tante bengkak nih!” tante Maya becanda, sambil melihatkan bulatan payudara yang ditutupi tanktop putihnya.
“Bengkak, tapi bagus kok tante, seger banget!” rayuku menenangkan tante Maya.
“Ah, Rafi, bisa aja. Jangan-jangan mau ditetekin juga ya?” tanya tante Maya dengan wajah yang menggoda.
“Rafi, tante Maya nyusuin Gadis di sini nga apa-apa ya?” tanya tante Maya.
“Ya, nga apa-apa lah. Kan kasihan Gadis, udah kehausan!” jawabku dengan keadaan si Johny menegang kencang.
“Kasihan Gadis, apa Rafi pengen liat teteknya tante?” tanya tante Maya dengan mencubit tanganku.
“Yah, sambil menyelam minum air lah!” jawabku dengan sedikit malu.

Tante Maya pun menurunkan tanktop putihnya di hadapanku. Dengan jelas kulihat belahan payudara tante Maya yang muncul dari balik bra tante Maya yang berwarna hitam. Segar sekali payudaranya. Rasa ingin merasakan air susu langsung dari payudara tante Maya seperti yang Gadis inginkan, muncul di benakku. Tidak saja hanya merasakan payudara tante Maya, tetapi semuanya, sampai ke vagina dan pantatnya yang sangat aduhai itu.

Tante Maya pun menyingkapkan penutup bra sebelah kanan untuk memberikan Gadis ASI. Dengan lahap, Gadis meminum ASI yang keluar dari payudara tante Maya. Perlahan-lahan tangisan Gadis berhenti. Si Johny pun sudah mengeluarkan cairan-cairan beningnya, tanda rangsangan sudah memuncak. Perasaanku lebih bingung lagi ketika melihat puting payudara tante Maya yang sedang dihisap Gadis, berwarna kecoklat-coklatan. Wah, sungguh eksotik sekali.

Aku pun memberanikan diri untuk mendekati tante Maya. Sebenarnya, aku takut sekali untuk mendekatinya. Takut disebut lancang, apalagi dapat gamparan dari tante Maya gara-gara ketidak sopananku. Namun, rasa ketakutanku itu semuanya pupus dan lenyap begitu saja ketika melihat raut wajah tante Maya yang seolah-olah mengundangku untuk mendekatinya.

“Tante Maya, boleh aku duduk di sebelah tante?” tanyaku dengan perasaan takut dimarahin.
“Sini, Rafi duduk di sini aja. Biar tante nga kedinginan,” jawab tante Maya.

Kontan, aku langsung mendekatinya dan menatap tajam payudara sebelah kanannya yang masih ditutupi bra tante Maya yang berwarna hitam. Sungguh luar biasa, payudara tante Maya jelas sekali di pandanganku. Sementara Gadis, sudah terlelap menikmati ASI dari payudara tante Maya.

“Kenapa, Rafi pengen juga minum susu?” tanyanya dengan suara yang menggoda si Johny.
Aku hanya bisa tertegun dengan menelan ludah. Bingung harus menjawab apa. Dan seketika tante Maya membuka bra sebelah kirinya. Kini tampak jelas di hadapanku payudara tante Maya yang tanpa bra. Besar, dan sangat indah aduhai.
Tante Maya pun menuntunku dengan mengelus kepalaku dan mengarahkannya agar segera melumat putingnya. Kesempatan itu tidak kusia-siakan. Segera saja aku menghisap puting tante Maya.

“Arghh....Ehhmmm..Arggh...Rafi, kamu pinter banget ngisapnya. Pasti udah sering?” tanya tante Maya setengah berbisik ke telingaku.
Tanpa menjawabnya, aku langsung menghisap puting tante Maya yang sudah mengeras ditambah memijat-mijat halus payudaranya.
“Ehmm...Agccghh...Ucghh...” tante Maya merintih pelan.
Kami pun tidak bisa melakukannya dengan bebas, karena Gadis masih ada dalam pelukan tante Maya. Sambil aku melumat dan menghisap putingnya, tante Maya menciumi daun telingaku, dan berbisik.
“Sekarang Rafi berdiri, keluarin burungnya Rafi, biar tante kulum,” pintanya dengan mesra.
Segera saja aku keluarkan si Johny yang sudah menegang di sangkarnya. Keluar dari balik celana, si Johny sudah menantang lumatan bibir tante Maya.
“Idih, gede banget. Punyanya suami tante Maya aja nga segede ini,” rayunya sambil mengocok pelan batang kemaluanku. Pelan-pelan, batang kemaluanku mulai tenggelam di dalam mulut tante Maya.
“Orghgh...Uurgh...Tante, enak banget...Ourgh..Yess...” rintihku.
Sesekali tante Maya memberikan gigitan kecil pada bagian kepala dari kemaluanku, enak sekali rasanya.
“Rafi, tante Maya nidurin Gadfis dulu ya. Biar kita bebas mainnya,” pintanya padaku.
“Ya udah tante, Gadis tidurin di kamar Ibu saja,” jawabku dengan nafas yang tak beraturan.

Tante Maya pun berjalan menuju kamar Ibuku untuk menidurkan Gadis. Dia berjalan hanya memakai bra saja, tanpa kaos yang menutupi badanya. Sangat sexy dan menantang. Aku pun mengikutinya dari belakang. Ketika tante Maya menidurkan gadis dengan posisi membungkuk, aku sengaja memegang-megang pantatnya yang sangat montok sekali. Sesekali aku cium juga pantatnya yang masih ditutupi celana pendeknya itu.
“Rafi udah nga nahan ya? Nakal juga ya Rafi!” ungkap tante Maya sambil menciumi pipiku.
“Iya, tante. Rafi udah nga nahan banget pengen ngerasaian jepitan tante!” jawabku.

Kami berdua kembali menuju ruang tengah. Tv sengaja aku nyalakan untuk menemani permainan surga ini. Tante Maya segera duduk di sofa, dan langsung aku serang dengan ciuman di mukanya yang cantik itu, dengan posisi aku yang masih berdiri di depan tante Maya.
Lidah kami saling bergulat. Sesekali lidah tante Maya menyapu habis dinding mulutku dengan suara yang menandakan bahwa tante Maya sudah terangsang juga. Aku pun memindahkan posisi untuk duduk di samping tante Maya dengan posisi mulut kami yang masih berciuman. Sambil berciuman, aku mulai memberanikan diri untuk melepaskan bra tante Maya. Setelah branya terlepas, aku mulai memindahkan ciumanku ke bagian payudaranya sambil meremas-remas payudaranya yang segar itu.
“Ehmmm..Arghh....Rafi, Ehmm...Ourhhh...Tante udah nga tahan juga Rafi.”
“Iya, aku juga udah nga nahan Tante. Tapi nga usah cepet-cepet ya, biar orgasmenya enak sekaligus,” jawabku.
“Gimana kamu aja sayang. Yang penting tante Maya bisa puas hari ini,” jawabnya.

Ciumanku mulai menjelajah menuju leher tante Maya. Aku lumat habis semua bagian leher tante Maya. Wangi parfum tante Maya yang ku cium membuatku semakin liar mencumbui tante Maya tanpa henti. Tangan tante Maya mulai memijat-mijat batang kemaluanku yang masih tersembunyi di balik celana basketku. Perlahan-lahan, tante Maya mulai memasukan tangannya ke dalam celanaku. Pelan-pelan dia memberikan pijatan halus di sekitar batang kemaluanku. Bibirku kembali melumat bibir tante Maya, french kiss kembali dilakukan selama kurang lebih sepuluh menit.
“Rafi, udah sedikit basah ya?” tanya tante Maya yang sedang mengelus kepala kelaminku.
“Iya, tante. Abis Rafi emang udah nga tahan. Apalagi ngeliat body tante yang syur,”jelasku.
“Sekarang Rafi berdiri aja, biar tante isep lagi kemaluannya kaya tadi,” pinta tante Maya sambil mulai menurunkan celanaku. Kini aku hanya memakai celana dalam saja. Posisiku sekarang berdiri, dengan kontolku yang menghadap muka tante Maya. Tante Maya kembali memijat halus batang kemaluanku, ciuman kecil sesekali mendarat di kepala kemaluanku. Luar biasa rasanya, sungguh bagaikan mimpi.

Sedikit demi sedikit batang kemaluanku menghilang, tenggelam dalam kuluman mulut tante Maya.
“Ourghh....Orughh....” rintihan tante Maya ketika memasukan seluruh batang kemaluanku ke dalam mulutnya.
“Yess....Ehhm..Tante, enak banget,” bisiku ke tante Maya dengan sesekali menciumi pipinya yang mulai memerah karena rangsangan syahwatnya.
Gerakan tante Maya mulai tidak beraturan. Kadang menghisap kemaluanku dengan lambat, terkadang dengan cepat. Air ludah dari mulut tante Maya tampak membanjiri batang kemaluanku saat aku mengeluarkannya untuk diusap-usapkan ke kedua payudara tante Maya yang sudah mengeras putingnya.

Aku pun memindahkan posisi dengan duduk tepat di sebelah tante Maya. Kami berdua kembali melakukan ciuman, saling menjilat lidah, dan sungguh dahsyat rasanya.
Ketika kami sedang berciuman, tanganku mulai menjelajah ke bagian dalam rok tante Maya. Perlahan-lahan tanganku membelai halus paha tante Maya, terkadang tanganku memberikan pijitan kecil ke bagian vaginanya yang masih ditutupi rok dan celana dalamnya.
Ciumanku mulai kuturunkan ke leher tante Maya, turun ke payudaranya, dan kuhisap kuat kedua putingnya yang sedang dalam posisi kencang dan mengeras.
“Ohhhh....Rafi, ehmm....tante Maya udah nga kuat sayang,”
Aku bangkit dari posisi dudukku, kemudian mengambil posisi jongkok menghadap ke posisi vagina tante Maya. Mulai kubuka lebar posisi kaki tante Maya, dan kini di hadapanku tampak jelas celana dalam tante Maya yang berwarna putih keabu-abuan, yang menutupi vagina tante Maya. Tanpa pikir panjang, aku melepaskan celana dalam tante Maya, sehingga kini vagina tante Maya tampak jelas di kedua mataku ini. Vagina yang sangat segar, terawat, bersih, dan harum. Tidak ada sehelai bulu pun di sekitar vagina tante Maya, mungkin tante Maya menghabiskan uang yang sangat banyak sekali untuk merawat vaginanya, ntah untuk di Brazillian Wax, di Gurah ataupun perawatan lainnya yang dia lakukan. Yang jelas si Johny sudah kesetanan untuk segera dimasukan ke dalam vagina tante Maya yang laksana surga dunia itu.

Mulutku mulai kudekatkan dengan vagina tante Maya yang tampak sedikit-sedikit bergerak karena tarikan otot-otot vaginanya, tanda bahwa tante Maya sudah terangsang. Mulai ciumanku mendarat di sekitar vaginanya. Sesekali klitorisnya aku berikan gigitan kecil, dan kuhisap dengan kuat dan dalam sampai tante Maya menjerit-jerit keenakan.
“Awww.....Orgh....Yeessss...Rafi, ehhmmm, tante ngerasa enak banget,” kalimat yang keluar dari mulut tante Maya ketika aku menghisap vaginanya.

Sekitar sepuluh menit aku menciumi, menghisap, dan menjilati vagina tante Maya. Kini posisi berganti. Aku duduk di sofa, dan tante Maya duduk di pangkuanku dengan posisi badannya yang menghadap padaku. Tante Maya mulai menuntun kemaluanku untuk memasuki vaginanya, dan bleeessss...seketika batang kemaluanku tenggelam seluruhnya di dalam vagina tante Maya. Tante maya mulai menggoyang-goyangkan pantatnya. Terkadang pelan, terkadang menjadi cepat. Enak sekali rasanya, kemaluanku merasakan kehangatan yang tiada tara di dalam vagina tante Maya. Sesekali kemaluanku merasakan jepitan dan pijatan vagina tante maya yang diakibatkan kontraksi otot-otot vaginanya.
“Ourhhh...Ehhmm.....Arghh...Arghh....” desah tante Maya dengan mempercepat goyangannya.
“Ourghhh....Yessss...Rafi, eehhmmmm tante Maya mau keluar,”
“Keluarin aja tante, ourghh.....Arghh.....” jawabku sambil mencium bibir tante Maya.
Ketika itu juga tubuh tante Maya yang sedang menggoyang-goyang pantatnya dan memberikan tekanan yang sangat indah ke kemaluanku mendadak menggeliat dan bergerak tak beraturan. Rasa dari cairan hangat yang keluar memancar dari dalam vagina tante Maya dirasakan kemaluanku. Tante Maya sudah mendapatkan orgasmenya yang pertama.

Posisi kini berganti, sekarang tante Maya yang duduk setengah memanjang di sofa. Dengan posisi berdiri, aku mulai mengarahkan batang kemaluanku untuk digesek-gesekan ke kulit terluar vagina tante Maya.
“Ehmmm....Ourghh....Rafi, masukin aja sayang,” pinta tante Maya dengan matanya yang merem-melek.
“Bentar ya sayang, biar aku yang ngendaliin sekarang,” jawabku.
Sebelum memasukan kemaluanku ke dalam vaginanya, aku menciumi mulut tante Maya terlebih dahulu. Lidah beradu lidah saling menjilat, kami medesah keenakan. Bisa aku rasakan udara panas yang keluar dari hidung tante Maya setiap kali dia mengatur nafasnya. Sungguh sexy sekali.
Bleeesssss, tante Maya yang sedang enaknya menikmati ciumanku mendadak merintih. Dia kaget, karena mendadak kumasukan kemaluanku ke vaginanya. Gerakan maju mundur kulakukan untuk mencapai g-spot dari tante Maya yang terletak di bagian dalam vaginanya. Terkadang kugoyangkan pantatku untuk menambah variasi gerakan sambil terus menciumi bibir tante Maya.
“Mmhhh, Ehhmm...Arghh...Euhh...” desahan tante Maya yang menikmati tusukan dari si Johny.
Bisa kurasakan bagaimana kenikmatan yang sedang dialami tante Maya saa itu. Ciumannya semakin liar setiap kali aku mempercepat penetrasi kemaluanku ke dalam vaginanya.

Sesaat kemudian, aku merasakan otot vagina tante Maya mulai berkontraksi kembali. Vagina tante Maya mulai memijat dan menyedot batang kemaluanku, ini tandanya kalo tante Maya sebentar lagi akan mendapatkan orgasmenya yang kedua. Gerakan penetrasiku semakin kencang.
“Ourghhhh...Rafi....Yesss..Arcghhh...” hanya desahan seperti itu yang keluar dari tante Maya ketika aku mengiringi penetrasi itu dengan meremas-remas payudara tante Maya. Terkadang aku melambatkan gerakanku untuk kemudian menancapkan kemaluanku ke dalam vagina tante Maya dengan cepat dan keras. Ternyata tante Maya menyukai gayaku tadi. Itu berarti pertanda kalo tante Maya memang sudah prof. Tidak banyak wanita yang kuat untuk menerima gaya itu, pasalnya gaya itu memang menyakitkan dan membuat ngilu.
“Orughh...Rafi....Arghh...Tante mau keluar lagi, kamu kapan keluarnya sayang?” tanya tante Maya dengan terus mendesah keenakan.
Tiba-tiba desahan dari tante Maya semakin mengencang. Otot dalam vagina tante Maya mulai menghisap dan memijat.
“Arghh...Eurghh....Ehhmm.....Yessss...” desahan tante Maya yang mengiringi orgasmenya yang kedua.

Saat aku mulai melambatkan gerakan dan goyanganku, tiba-tiba terdengar suara Gadis menangis. Mungkin gadis terbagun karena mendengar suara yang ribut dari ruangan tengah. Suara desahan Ibunya yang sedang saya jamah.
“Rafi, tante ke kamar dulu ya?” pinta tante Maya.
“Iya, sayang. Tapi jangan licik ya, aku belum keluar loh!” jawabku sambil menampar kecil pantatnya yang berisi.

Tante Maya meninggalkanku sendiri di sofa, dia berjalan menuju kamar tempat Gadis ditidurkan. Tante Maya berjalan dengan keadaannya yang bugil. Aku terus menatap tubuh tante Maya yang berjalan menjauhiku sambil mengocok-ngocok si Johny yang masih penasaran dengan hisapan vaginanya tante Maya. Walaupun hanya ditinggal lima menit saja, tapi si Johny tidak rela. Aku menyusul tante Maya ke kamar itu. Ketika aku memasuki kamar, tante Maya sedang menyusui Gadis dengan posisi terlentang setengah memiring. Aku mendekatinya, dan bergabung tiduran dengan memeluknya erat. Kami pun berciuman, sementara Gadis mulai terhanyut dengan ASInya tante Maya dan berangsur tidur. Di tempat itu pula aku mulai menusukan kembali si Johny. Berbeda dengan sebelumnya, kini aku masukan si Johny ke lubang anus tante Maya.
“Rafi, kenapa lewat belakang sayang...?” tanya tante Maya.
“Sebentar tante, Rafi Cuma penasaran aja!” jawabku.
“Pelan-pelan dan jangan ribut ya! Nanti Gadis kebangun lagi,” pintanya.
Aku mendapatkan sedikit kesulitan untuk memasukan si Johny ke dalam anus tante Maya. Lubang anusnya tidak sebesar lubang vaginya. Aku pun membantunya dengan membasahi daerah anus tante Maya dengan ludahku. Leepppp....Akhirnya, sedikit demi sedikit batang si Johny mulai memasuki Goa gelap anus tante Maya. Pelan-pelan kubenamkan semua dan kugerakan maju mundur batang kemaluanku. Tante Maya mulai merasakan dan menikmati gerakanku. Desahannya lembut, karena takut Gadis terbangun.

Hampir lima menit si Johny berada di dalam anus tante Maya, sampai tante Maya mengajakku untuk berpindah tempat dan posisi. Dituntunnya aku agar duduk di kursi depan meja rias kamar Ibuku. Tante Maya duduk di kedua pahaku dan mulai membenamkan kemaluanku ke dalam vaginanya. Goyangan dan gerakan tante Maya mulai membuat si Johny panik. Batangku menegang luar biasa karena merasa kejepit, tapi enak dan sungguh luar biasa rasanya semua itu. Tante Maya mengendalikan goyangannya dengan sangat sempurna. Terkadang dipercepat, terkadang diperlambat jika otot-otot batang si Johny mulai mengencang. Gerakan maju mundur pantat tante Maya kuberangi dengan hisapan mulutku ke puting payuda sebelah kanan tante Maya. Tante Maya mulai terangsang dan mendesah lumayang kencang.
“Ehhm.....Ourghh....Arghh....Rafi, keluarinnya bareng ya sayang,” pintanya padaku.
Semakin kencang goyangan dan gerakan pantat tante Maya, semakin terasa pula serombongan cairan sedang menuju batang kemaulanku. Si Johny akan orgasme sebentar lagi. Kami berdua sedang dalam puncak kenikmatan yang luar biasa, sesekali kami menikmatinya dengan saling bergulat lidah, sesekali pula aku menghisap puting tante Maya dengan kerasnya.
“Ourghhh.....Yeesss...Rafi, tante Maya mau orgasme sayang,” bisiknya padaku.
“Sebentar tante, Ourghhh....Sebentar, Arghh....Rafi sebentar lagi orgasme juga,” jawabku.
Akhirnya, beberapa saat kemudian, gerakan dan goyangan kami berdua semakin cepat dan mengencang. Si Johny semakin tegang di dalam vagina tante Maya, ditambah jepitan dan hisapan vagina tante Maya yang semakin kuat.
“Ourrghhh.....Arghh...Tante aku keluarin di dalem ya?” tanyaku.
“Terserah kamu aja sayang, yang penting tante puas dan nikmat!” jawab tante Maya.
“Orughhhh......Yeesss....Arcghhh..”
Kami berdua saling mengerang, tante Maya mendapatkan orgasmenya yang ketiga, dan beberapa detik kemudian, sperma dari si Johny menyembur kencang di dalam vagina tante Maya.
“Argghh...Ehhmmm, makasih ya Rafi. Tante nikmat dan puas sekali hari ini,” bisik tante Maya dengan menciumi bibirku.

Kami berdua masih bertahan di posisi tadi untuk beberapa menit. Si Johny pun sedang beristiraha di dalam vagina tante Maya yang masih becek akibat orgasmenya yang terakhir tadi. Untuk beberapa saat itu kami berdua menghabiskan waktu dengan saling mengulum bibir dan lidah satu sama lainnya. Beberapa menit kemudian Gadis terbagun dan menangis. Tante Maya bergegas untuk memasang kembali pakaiannya yang aku lepaskan tadi. Hujan pun sudah berhenti beberapa saat yang lalu. Gadis di gendong tante Maya, dan tante Maya pun pamit pulang kepadaku. Sebelum aku bukakan pintu, aku sempat berciuman beberapa lama dengan tante Maya, berciuman di hadapan Gadis yang terbagun dan masih belum mengerti dengan apa yang dilakukan Ibunya itu.

Maafkan Om, Gadis. Karena Ibumu yang meminta.

7 komentar:

  1. Mau coba punya Tante Titin ? Call tante dong 0817 67 93934 Tante Titin tunggu ya ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apanya Tante Titin yg mau dicoba?

      Hapus
    2. mau doank tnt kapan ya........

      Hapus
  2. mau doank tante titin,,,,,kapan kali yaaa
    081212002830

    BalasHapus